Jumat, 29 Juli 2011

TUGAS AGAMA ISLAM
Tayammum

Bab I
Pendahuluan

            Dalam agama Islam sebelum melakukan Shalat maka seorang muslim wajib bersuci diri dengan bererlebih dahulu. Caranya dengan berwudhu. Wudhu adalah salah satu cara untuk mensucikan anggota tubuh dengan air. Berwudhu bisa pula menggunakan debu yang disebut dengan tayammum.
            Tayammum mengacu pada tindakan mensucikan diri tanpa menggunakan air dalam Islam, yaitu dengan menggunakan pasir atau debu. Tayammum dilakukan sebagai pengganti wudhu atau mandi wajib. Tayammum secara bahasa artinya menyengaja. Adapun menurut istilah syar’i adalah mengambil tanah yang suci untuk mengusap muka dan tangan dengan niat menghilangkan hadats karena tidak mendapatkan air atau berhalangan menggunakan air.
            Sama seperti wudhu, tayammum juga memiliki rukun dan sunah-nya sendiri. Rukun tayammun ada empat, yaitu niat, mengusap muka, mengusap kedua tangan sampai siku, dan tertib. Dalam bertayammum tidak cukup berniat menghilangkan hadats saja, sebab tayammum tidak menghilangkan hadats. Dalam tayammum, harus berniat untuk diperbolehkan shalat.
            Sunnah tayammum ada tiga, yaitu membaca basmalah; mendahulukan anggota kanan dari yang kiri; dan berurutan. Yang membatalkan tayammum juga ada tiga, yaitu semua hal yang membatalkan wudhu, melihat air, dan riddah.
Tayammum hanya dapat dipakai sekali untuk satu kali shalat fardhu, meskipun belum batal (berhadats). Untuk shalat sunah boleh dipakai berkali-kali.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa tayammum ini adalah pengganti wudhu. Jadi jika seseorang yang sudah berwudhu untuk sholat zuhur kemudian waktu sholat ashar tiba, maka dia tidak wajib berwudhu lagi apabila masih dalam keadaan suci, begitu pula dengan tayammum.
Yang melatar belakangi saya mengambil Tayammum ialah saya ingin mengetahui secara jelas apa dasar dari bertayammum, bagaimana bertayammum dan apa yang menyebabkan sehingga tayammum dijadikan sebagai pengganti wudhu, dan semua yang berhubungan dengan tayammum karena menurut saya hal ini terlalu asing dan sulit untuk saya mengerti.
Bab II
Isi
Permasalahan Tayammum
1. Pengertian tayammum
Seperti yang sudah di tuliskan dalam pendahuluan dapat kita ketahui bahwa Tayammum adalah keinginan/kehendak untuk mengusap wajah dan kedua tangan dalam bentuk yang khusus dengan niat pembolehan –mengerjakan- shalat dan semisalnya. Ibnu as-Sukait mengatakan, “Firman Allah ta’ala, “Dan kalian tidak mendapatkan air, maka tayammum-lah kalian dengan tanah yang baik.” Yaitu menghendaki –pemakaian- tanah atau debu. Lalu pemakaian mereka telah meluas hingga kata tayammum diinterpretasikan sebagai mengusap wajah dan kedua tangan dengan tanah.” Demikian yang dikutip oleh al-Hafizh di dalam Fathul Bari.

2. Dalil-dalil disyariatkan tayammum.
Dalam melakukan tayammun ada dalil-dalil yang menjadi syarat seseorang untuk  bertayammum, Adapun dalil pensyaratan tayammum didalam al-Qur`an, firman Allah Ta’ala, “Dan jikalau kalian dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan atau seseorang diantara kalian baru saja buang hajat atau menggauli wanita, kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka kalian lakukanlah tayammum dengan tanah yang baik. Usaplah wajah kalian dan tangan kalian dari tanah tersebut.” (QS. Al-Maidah: 6)
Dari sunnah adalah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 347) dan Muslim (1/280) dari Ammar bin Yasir, beliau mengatakan,  “Rasulullah mengutusku untuk suatu keperluan. Lalu saya junub dan tidak mendapatkan air. Maka saya berguling-guling sebagaimana tunggangan berguling, kemudian saya menjumpai Nabi   dan menceritakan kepada beliau hal itu. Beliau bersabda, “Cukuplah engkau melakukan dengan kedua tanganmu seperti ini.” Lalu beliau memukulkan kedua tangan beliau ke tanah dengan sekali tepukan kemudian membasuhkan tangan  kiri ke tangan kanan dan dan kedua punggung tangan beliau dan wajah beliau.”  Allah SWT berfirman, “Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dan tempat buang air atau rnenyetubuhi wanita, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik usaplah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (Al-Maidah: 6). Rasulullah saw. bersabda, "Bahwasanya debu yang bersih adalah sebagai pembersih bagi orang muslim, walaupun ia tidak mendapatkan air (selama) sepuluh tahun.”
            Karena itu, umat Islam telah sepakat bahwa tayammum disyariatkan hanya pada wajah dan kedua telapak tangan bagi seseorang yang berhadats, baik hadats besar maupun kecil. Baik tayammum tersebut mewakili seluruh anggota thaharahnya ataukah sebagiannya saja.

3. Syarat diperbolehkan tayammum
Tayammum diperbolehkan jika, tidak mampu menggunakan air, baik karena tidak ada air, atau karena dikhawatirkan semakin memburuknya kondisi badan yang sakit atau karena suhu dingin yang mencapai titik maksimum sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits-hadits di bawah ini:
Dari Imran bin Hushain r.a. ia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah saw. dalam satu perjalanan, beliau shalat bersama para sahabat, ternyata, ada seorang sahabat yang mengucilkan diri (dari mereka). Maka kemudian beliau bertanya (kepadanya) ‘Apakah gerangan yang menghalangimu shalat (bersama kami)?’ Jawabnya, ‘Saya Junub dan tidak (ada) air.’ Maka Nabi saw. bersabda, "Hendaklah kamu (bertayammum) dengan debu karena sesunggahnya ia cukup bagimu."

4. Orang-orang yang di prbolehkan untuk tayammum
1. Seorang yang junub lagi musafir dan tidak mendapatkan air. Orang yang seperti ini sama dengan yang di ceritakan oleh  Ammar bin Yasin sebelumnya bahwa ” “Rasulullah mengutusku untuk suatu keperluan. Lalu saya junub dan tidak mendapatkan air. Maka saya berguling-guling sebagaimana tunggangan berguling, kemudian saya menjumpai Nabi   dan menceritakan kepada beliau hal itu. Beliau bersabda, “Cukuplah engkau melakukan dengan kedua tanganmu seperti ini.” Lalu beliau memukulkan kedua tangan beliau ke tanah dengan sekali tepukan kemudian membasuhkan tangan  kiri ke tangan kanan dan dan kedua punggung tangan beliau dan wajah beliau.”
2. Bagi seorang junub apabila khawatir udara dingin. Berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala diatas. Dan juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan selainnya dari hadits Amru bin al-’Ash, bahwa ketika beliau diutus pada perang Dzaat as-Salaasil, beliau berkata, “Hingga saya ihtilam (mimpi basah) pada malam yang sangat dingin. Dan saya khawatir jikalau saya mandi maka saya akan mati. Maka saya pun -hanya- bertayammum kemudian mengimami para sahabatku pada shalat subuh. Dan ketika kami tiba kembali menemui Rasulullah, mereka menceritakan hal itu kepada beliau. Dan beliau bersabda,  “Wahai Amru, engkau telah mengerjakan shalat mengimami sahabatmu sementara engkau dalam keadaan junub?”Saya berkata,  “Saya teringat dengan firman Allah Ta,ala, “Dan janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri. Sesungguhnya Allah sangatlah penyayang bagi kalian.” Maka saya melakukan tayammum kemudian mengerjakan shalat.  Rasulullah   kemudian tertawa dan tidak mengatakan sesuatu.
            Hadits ini dijadikan dasar oleh Malik, ats-Tsauri, Abu Hanifah dan Ibnul-Mundzir bahwa seseorang yang melakukan tayammum karena udara yang sangat dingin, tidak diharuskan untuk mengulangi shalat. Karena Nabi   tidaklah menyuruh beliau untuk mengulanginya.
            Seandainya wajib, niscaya beliau akan menyuruh mengulangi shalat.
Ibnu Raslaan mengatakan, “Tayammum karena takut udara dingin tidak diperbolehkan bagi seseorang yang memungkinkan untuk memanaskan air atau dapat mempergunakan air dengan cara yang tidak menimbulkan mudharat baginya semisal membasuh anggota wudhu` kemudian menutupinya. Setiap kali selesai membasuh anggota wudhu` dia lalu menutup dan menghalanginya dari udara dingin, maka hal itu –wudhu`- suatu keharusan baginya.
Jika ia tidak mampu maka di porbolehkan bertayammum agar bisa menaikan shalat. Dan inilah pendapat yang shahih sesuai dengan keterangan dalil diatas.
3. Seorang yang dalam keadaan sakit tidak mampu mempergunakan air. Sakit disini terbagi dalam tiga bagian :
► Penyakit yang ringan dan tidak dikhawatirkan akan mendatangkan bahaya, tidak akan memperlambat kesembuhannya, tidak menambah rasa sakit atau suatu yang buruk jika orang tersebut mempergunakan air.
► Sakit/penyakit yang dengan penggunaan air akan dikhawatirkan mendatangkan kebinasaan pada dirinya, anggota tubuhnya, mendatangkan penyakit yang membahayakan jiwanya.
► Penyakit/sakit yang dengan penggunaan air akan memperlambat kesembuhannya atau menambah parah sakitnya. Pada dua keadaan pada sakit/penyakit ini diperbolehkan untuk tayammum dan tidak perlu mengulangi shalat.
4. Musafir yang memiliki sedikit air dan khawatir kehausan dalam perjalanannya. ika seorang musafir khawatir kehausan dan dia membawa air yang hanya mencukupi untuk dipergunakan minum, maka musafir tersebut menyimpan airnya untuk dipergunakan minum dan dia mencukupkan dengan tayammum di setiap shalatnya.
5. Seorang junub lagi musafir yang tidak mendapatkan air kecuali yang hanya cukup dipergunakan untuk berwudhu`. Hal ini di perbolehkan  jikalau seseorang dalam keadaan safar/bepergian dan unub sementara dia tidak memiliki air selain kadar yang memungkinkan untuk berwudhu`, imam Ahmad berpendapat bahwa dia membasuh kemaluannya dengan air tersebut serta bagian yang terkena janabah.
Pengertian Shaid (Debu) yang dimaksudkan untuk dipakai sebagai sarana tayammum. Dalam kamus Lisanul ‘Arab 111:254. Ibnul Manzhur menulis sebagai berikut. “Kata sha’id ( berarti tanah. Ada yang berpendapat ia adalah tanah yang baik ada pula yang mengatakan ia adalah setiap debu yang baik. Di dalam al-Qur’an ditegaskan, “fatayammamu sha’ii-dan thayyiban” Maka bertayammumlah dengan debu yang bersih) .‘Abla Ishaq menyatakan, Sha’id ialah permukaan tanah, maka orang yang hendak tayammum cukup menepukkan kedua tangannya pada permukaan tanah, dan ia tidak perlu ambil pusing apakah pada perrnukaan yang dimaksud terdapat debu ataupun tidak. Karena, shaid bukanlah debu. tetapi ia adalah di permukaan tanah baik berupa debu ataupun lainnya.’ Karena itu, seandainya suatu kawasan seluruhnya berupa padang batu yang tak berdebu kemudian orang yang akan tayammum rnenepukkan tangannya pada permukaan batu itu. maka yang demikian itu baginya sebagai media pembersih jika dia mengusap wajah dengan tepukan itu.” Selesai.
5. Sifat Tayammum atau Cara Bertayammum.
Cara bertayammum yang sesuai dengan sunah Rasullullah shollAllahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:
1. Niat di dalam hati.
Seseorang yang akan melakukan tayammum wajib berniat di dalam hati terlebih dahulu. Berdasarkan sabda Rasulullah shollAllahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya semua amal itu tergantung niatnya, dan seseorang mendapat balasan sesuai dengan yang diniatkannya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
2. Membaca Bismillah. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Huroiroh rodhiyAllahu ‘anhu, bahwa Nabi shollAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada sholat bagi orang yang tidak berwudhu, dan tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Imam Ahmad, dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
3. Menepukkan kedua tangan ke tanah yang suci, cukup sekali tepukan. Kemudian mengusap telapak tangan ke muka. Setelah itu mengusap telapak tangan yang satu dengan yang lain secara bergantian, dimulai dari ujung-ujung jari hingga pergelangan tangan.
Hal ini berdasarkan hadits Ammar rodhiyAllahu ‘anhu, “Rasulullah pernah mengutusku untuk suatu keperluan. Ketika itu saya sedang junub dan tidak mendapatkan air. Maka saya berguling-guling di tanah sebagaimana berguling-gulingnya seekor binatang. Lalu saya mendatangi Nabi shollAllahu ‘alaihi wa sallam. Saya ceritakan kejadian itu kepada beliau. Kemudian beliau berkata, “Sebenarnya cukup bagimu untuk menepukkan telapak tangan demikian.” Kemudian beliau menepukkan kedua telapak tangannya ke tanah sekali tepukan, lalu beliau tiup. Setelah itu beliau usapkan ke muka dan kedua telapak tangan beliau.”
Ammar bin Yasir r.a., berkata, “(Pada suatu saat) aku junub, lalu tidak mendapatkan air, kemudian aku berguling-guling di atas permukaan tanah lalu shalat, setelah itu kusampaikan hal itu kepada Nabi, beliau kemudian bersabda, “Sebenarnya cukuplah bagimu hanya (berbuat) begini” Yaitu Nabi menepukkan kedua telapak tangannya pada permukaan tanah, kemudian meniup keduanya, lalu Beliau mengusapkan keduanya pada wajah dan kedua telapak tangannya.“( Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari I : 455 no : 347. Muslim I:280 no: 368’ Aunul Ma’bud I: 514 no: 317 dan Nasa’i I: 166). Pada prinsipnya tayammum menduduki posisi wudhu’ maka dihalalkan dengan tayamum apa saja yang dihalalkan dengan wudhu’ dan boleh tayammum sebelum tibanya waktu shalat serta boleh mengerjakan shalat semampunya sebagaimana, boleh shalat dengan wudhu sebanyak raka’at yang dia mau.
6. Hal-Hal Yang Membatalkan Tayammum.
 Tayammum akan batal dengan apa-apa yang membatalkan wudhu. Tayammum juga batal karena ada air bagi yang bertayamum karena tidak ada air dan karena mampu menggunakan air bagi orang yang bertayamum tidak mampu menggunakan air. Sedangkan shalatnya yang sudah dikerjakan tetap sah tidak perlu mengulanginya.  Dan Abi Sa’id al-Khudri r.a., berkata, "Ada dua orang keluar melakukan safar lalu tibalah waktu shalat sementara keduanya tidak membawa air,  maka mereka bertayammum dengan permukaan tanah yang bersih, lalu shalat. Kemudian pada waktu itu mereka berdua mendapatkan air. Kemudian seorang dan keduanya mengulangi wudhu’ dan shalat, sedangkan yang satunya lagi tidak mengulanginya. Kemudian mereka berdua datang kepada Rasulullah saw., lalu menceritakan hal itu kepada beliau. Maka, beliau bersabda kepada orang yang tidak mengulangi (shalatnya), “Engkau telah sesuai dengan sunnah(ku) dan shalatmu sudah cukup bagimu.” Dan kepada orang yang berwudhu’ dan yang mengulangi (shalatnya)  beliau bersabda, “Engkau mendapatkan dua pahala.” (Shahih: Shahih Abi Daud 327, ‘Aunul Ma’bud I: 536 no: 334 dan Nasa’i I: 2 13).  Karena itu Barangsiapa yang membalut lukanya dengan perban atau menambal tulangnya yang retak, maka gugurlah kewajiban membasuh anggota wudhu’ yang dibalut atau yang ditambal itu, dan ia tidak harus mengusap di atasnya bahkan ia tidak juga wajib bertayammum. Dalil hal ini ialah firman Allah SWT,  “Allah tidak (pernah) memikulkan seseorang, melainkan sesuai dengan kadar kemampuannya.” (Al-Baqarah: 286)  Dan sabda Nabi saw., "Apabila aku memerintahkan kalian (melakukan) sesuatu, maka kerjakanlah semampumu.” (Shahih: Mukhtshar Muslim no: 639. Muslim, II: 975 no: 1337. dan Nasa’i V: 110).
Dengan demikian gugurlah berdasar Al-Qur’an dan sunnah Nabi saw. segala sesuatu yang tidak bisa diemban atau berhak dilaksanakan seseorang. Sedangkan yang berhak menentukan pengganti dan mengusap di atas anggota wudhu’ atau anggota tayammum yang dibalut atau ditampal hanyalah syara’, sementara syara’ menetapkan segala sesuatu hanya dengan ayat Al-Qur’an dan sunnah Nabi saw., padahal keduanya tidak pernah menetapkan pengganti mengusap anggota wudhu’ atau anggota tayammum yang dibalut dan tidak pula menetapkan obat sebagai pengganti membasuh anggota wudhu’ yang tidak mampu dibasuh, maka tertolaklah pendapat yang mengharuskan membasuh atau mengusapnya (al-Muhalla II: 74). 

Bab III
Kesimpulan

            Dari semua yang telah saya tuliskan maka dapat disimpulkan bahwa tayammum adalah salah satu hal yang wajib sebagai pengganti wudhu bagi seorang muslim sebelum menunaikan shalat. Karena sama seperti wudhu, tayammum juga dilakukan untuk menyucikan diri.
            Bertayammum ialah menyucikan diri dengan menggunakan debu atau pasir. Sebelum melihat dasar dan ketentuan bertayammum saya beranggapan bahwa debu atau pasir itu kotor, tetapi kenapa digunakan untuk bersuci, tapi dengan menulis makalah ini saya lebih mengerti, bagaimana cara kita bertayammum. Dalam bertayammum juga seorang muslim harus memiliki niat yang keluar dari dalam hati.
Dalam bertayammum ada pula dalil-dalil yang menjadi dasar untuk seseorang dapat bertayammum, contohnya :  didalam al-Qur`an, firman Allah Ta’ala, “Dan jikalau kalian dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan atau seseorang diantara kalian baru saja buang hajat atau menggauli wanita, kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka kalian lakukanlah tayammum dengan tanah yang baik. Usaplah wajah kalian dan tangan kalian dari tanah tersebut.” (QS. Al-Maidah: 6). Ini adalah salah satu dalil yang tertulis dalam al-Qur’an.
Ada beberapa hal pula yang dapat membatalkan tayammum, semua hal itu tertulis dalam al-Qur’an sehingga jika tidak di ikuti maka tayammum dapat dikatakan batal.

Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar